Sejarah Uang Indonesia

Jika berbicara tentang sejarah uang Indonesia, kita berbicara tentang sejarah panjang pemerintahan yang pernah (dan masih) ada di Indonesia.

Pasalnya, setiap pemerintahan (mulai dari pemerintahan kerajaan-kerajaan nusantara hingga pemerintahan Republik Indonesia kini) memiliki peran dalam menorehkan sejarah tersebut. Mata uang dan sistem pembayaran di Indonesia berubah dari masa ke masa, seiring dengan berubahnya penguasa dan kebijakannya di tanah air.

Sejarah Uang Indonesia Masa Pra-Penjajahan
Sejarah uang Indonesia pada masa pra-Belanda atau pada saat Belanda belum muncul erat kaitannya dengan kerajaan-kerajaan besar nusantara dan hubungan perdagangan laut dengan wilayah-wilayah lain di dunia, seperti India, Cina, dan Arab. Meski setiap kerajaan memiliki sejarah yang berbeda, tetapi semua sejarah uang di kerajaan-kerajaan nusantara
termasuk perkembangannya tetap bisa menjadi sember literatur yang mumpuni.

1. Uang masa Kerajaan Mataram Kuno (850 M)

[uang mataram kuno] Sejarah dan perkembangan mata uang di Indonesia sudah dimulai sejak masa jaya Kerajaan Mataram Kuno, yakni sekitar tahun 850 M. Kerajaan ini menggunakan koin-koin emas dan perak berbentuk kotak sebagai alat tukarnya.

Koin-koin Kerajaan Mataram memiliki tiga satuan berbeda, yang nominalnya paling besar yakni Masa atau Ma dengan berat 2,4 gram; satu langkah di bawah Ma adalah Atak dengan berat 1,2 gram, 1 Atak setara dengan ½ Ma; dan Kupang atau Ku dengan berat 0,6 gram, 1 Ku setara dengan ½ Atak.
 

2. Uang Krishnala masa Kerajaan Jenggala (1042-1130 M)

uang Krishnala
Kerajaan Jenggala yang berkuasa di wilayah timur Pulau Jawa juga turut menorehkan sejarah uang Indonesia. Pada masa jayanya, yakni tahun 1042 – 1130 M, koin-koin emas dan perak tetap digunakan meski terdapat perubahan pada desain dan bentuk.

Selain koin-koin emas dan perak, kerajaan ini juga menggunakan uang kepeng dari Cina sebagai alat pembayaran resmi (bahkan lebih sering digunakan daripada koin emas dan perak). Ini adalah bukti pengaruh hubungan dagang dengan bangsa Cina.
 
3. Uang masa Kerajaan Samudra Pasai


Kerajaan Samudra Pasai (1297 – 1326 M) memberi corak pengaruh Arab dalam sejarah uang Indonesia. Mata uang kerajaan Islam ini disebut Dirham atau Mas. Nama dirham menunjukkan pengaruh kuat pedagang Arab dan budaya Islam di kerajaan tersebut.
 

4. Uang masa Kerajaan Majapahit (Abad ke-12)

mata uang "Ma"
Keberadaan uang di Indonesia pun tidak terlepas dari sebuah kerajaan digdaya di nusantara, Kerajaan Majapahit.

Berdiri pada 1293 – 1500 M, Kerajaan Majapahit kembali menggunakan mata uang Ma, seperti Kerajaan Mataram Kuno. Tidak hanya Ma, kerajaan ini juga memiliki satuan mata uang Tahil, yang juga berupa koin emas.  


uang perak
 Mata uang Jawa dari emas dan perak yang ditemukan kembali, termasuk di situs kota Majapahit, kebanyakan berupa uang “Ma”, (singkatan dari māsa) dalam huruf Nagari atau Siddham, kadang kala dalam huruf Jawa Kuno. Di samping itu beredar juga mata uang emas dan perak dengan satuan tahil, yang ditemukan kembali berupa uang emas dengan tulisan ta dalam huruf Nagari. Kedua jenis mata uang tersebut memiliki berat yang sama, yaitu antara 2,4 – 2,5 gram.

Selain itu masih ada beberapa mata uang emas dan perak berbentuk segiempat, ½ atau ¼ lingkaran, trapesium, segitiga, bahkan tak beraturan sama sekali. Uang ini terkesan dibuat apa adanya, berupa potongan-potongan logam kasar; yang dipentingkan di sini adalah sekedar cap yang menunjukkan benda itu dapat digunakan sebagai alat tukar. Tanda tera atau cap pada uang-uang tersebut berupa gambar sebuah jambangan dan tiga tangkai tumbuhan atau kuncup bunga (teratai?) dalam bidang lingkaran atau segiempat. Jika dikaitkan dengan kronik Cina dari zaman Dinasti Song (960–1279) yang memberitakan bahwa di Jawa orang menggunakan potongan-potongan emas dan perak sebagai mata uang, mungkin itulah yang dimaksud.

Gobog wayang
Ada juga Gobog Wayang (abad ke-13), sebuah keping uang dengan lubang di tengahnya. Gobog Wayang merupakan bentuk satuan mata uang yang ada dalam pengaruh budaya Cina.

5. Uang masa Kerajaan Buton (Abad ke-14)

uang Kasha
Berbeda dengan kerajaan-kerajaan lain di nusantara yang menggunakan koin emas dan perak sebagai alat tukar, Kerajaan Buton memberi warna sendiri pada sejarah Indonesia.

Mereka menggunakan uang berbahan kain tenun sebagai alat tukar. Uang Kerajaan Buton ini disebut Kampua, terbuat dari sehelai tenunan persegi panjang yang ditenun oleh puteri-puteri istana. Corak dan desain Kampua dibuat berbeda setiap tahun untuk mengantisipasi pemalsuan.
 

6. Uang masa Kesultanan Banten (Abad ke-15)

uang Kasha
Dalam sejarah uang Indonesia sebelum era penjajahan, uang Kasha adalah mata uang Kesultanan Banten. Dibuat pada 1550 – 1596 M, koin emas ini juga mencerminkan pengaruh Cina pada desainnya dan pengaruh Arab pada ukirannya. Selain itu terdapat pula koin-koin tembaga dan timah.

7. Uang masa Kerajaan Gowa (Abad ke-16)

[uang kerajaan gowa] Kerajaan yang terkenal dengan kisah patriotik Sultan Hasanuddin ini mengukir sejarah uang Indonesia dengan mengeluarkan mata uang Jingara.

Jingara menggunakan campuran timah dan tembaga sebagai bahannya.


8. Uang masa Kesultanan Cirebon
 
Sejarah uang Indonesia pada masa Kesultanan Cirebon juga tidak terlepas dari pengaruh Cina. Kesultanan Cirebon membuat mata uang dengan bantuan seorang Cina, mata uang tersebut disebut Picis. Picis terbuat dari timah tipis dan mudah pecah.

9. Uang Kesultanan Sumenep
 Sejarah uang Indonesia di Kesultanan Sumenep terkait dengan masuknya Spanyol ke Indonesia. Kesultanan Sumenep menggunakan uang Spanyol sebagai alat tukar. Selain
itu, kerajaan ini juga memanfaatkan uang gulden Belanda dan uang thaler Austria.

 

Sejarah Uang Indonesia Masa Penjajahan

Gulden pada sejarah uang Indonesia sempat ditarik dari peredaran karena berukirkan Ratu Wilhelmina dengan rambut yang terurai.

Perekonomian Indonesia di masa penjajahan Belanda tidak terlepas dari peran pemerintahan kolonial Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC).


VOC menyebarluaskan penggunaan mata uang Gulden Hindia-Belanda dalam kegiatan perekonomian di nusantara.

Selain gulden, mata uang lain yang digunakan—khususnya di wilayah Sumatra dan Jawa adalah dolar Sumatra dan rupiah Jawa (keduanya hanya bertahan sampai tahun 1824 Masehi).
 


[mata uang gulden] Keduanya punah karena pemerintah kolonial menegaskan penggunaan gulden.

Gulden pada sejarah uang Indonesia sempat ditarik dari peredaran karena berukirkan Ratu Wilhelmina dengan rambut yang terurai. Penarikan dari peredaran ini dilakukan karena dianggap sebagai penggambaran tidak sopan kepada seorang bangsawan.


[mata uang dai nipon] Gulden berjaya di Indonesia untuk waktu yang relatif lama. Bahkan pada masa pemerintahan kolonial Jepang pun mata uang Belanda ini masih digunakan.

Hanya saja, pada gulden di masa penjajahan Jepang tertera tulisan “De
Japansche Regering” (“pemerintah Jepang”). Selain itu, pemerintah kolonial Jepang juga mengedarkan mata uangnya sendiri, yaitu Dai Nippon Teikoku Seihu.



Selain gulden dan mata uang Jepang, mata uang lain yang pernah beredar dalam masa sejarah Indonesia adalah mata uang rupiah Hindia-Belanda. Mata uang ini diperkenalkan di tahun 1944 tetapi hanya bertahan satu tahun karena terimbas peperangan (Perang Dunia II).

Sejarah Uang Indonesia Pasca-Kemerdekaan 

Dalam sejarah Indonesia, mata uang yang secara resmi beredar pada awal masa kemerdekaan adalah mata uang Jepang, gulden Hindia-Belanda, dan mata uang De Javasche Bank.

Inflasi mata uang sempat terjadi pada mata uang Jepang, terkait kekalahannya dalam Perang Dunia II.

Rakyat kecil Indonesia adalah pihak yang paling dirugikan atas inflasi tersebut, karena rakyat kecil Indonesia saat itu paling banyak menggunakan mata uang Jepang dalam kegiatan ekonomi sehari-hari.


Kerugian rakyat kecil dalam sejarah uang Indonesia diperparah dengan diturunkannya kebijakan Panglima AFNEI yang menduduki Indonesia tahun 1946.

Kebijakan tersebut berisi pemberlakuan mata uang NICA sebagai alat transaksi resmi di Indonesia. Kebijakan ini menuai protes dari pihak pemerintah Indonesia karena mata uang NICA dianggap merugikan rakyat pribumi dan mengacaukan stabilitas perekonomian Indonesia yang baru saja merdeka.

Sikap protes pemerintah Indonesia ditunjukkan dengan dikeluarkannya kebijakan pelarangan menggunakan mata uang NICA dalam bertransaksi.

Langkah besar sejarah uang Indonesia yang pertama dalam mengatasi dilema penggunaan mata uang dengan pasukan AFNEI adalah diterbitkannya ORI (Oeang Republik Indonesia).

[oeang republik indonesia] Pada 26 Oktober 1946, pemerintah Indonesia dengan tegas dan berani mengeluarkan mata uang baru dan melarang penggunaan mata uang asing mana pun, termasuk NICA.

Rakyat Indonesia yang baru merdeka mendukung sepenuhnya langkah berani ini. Rakyat banyak menggunakan ORI, sebagai simbol keberpihakannya kepada pemerintah Indonesia.

Pada masa penggunaan mata uang ORI inilah, Indonesia menggoreskan perubahan-perubahan besar di bidang perbankan, seperti berdirinya Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan sebagainya.

Pendirian bank-bank nasional ini sebenarnya merupakan bentuk akuisisi pemerintah Indonesia terhadap aset-aset peninggalan para pemerintah sebelumnya, terutama pemerintah penjajah Jepang.

[mata uang ori] Dalam perkembangan ekonomi dan sejarah uang Indonesia, mata uang ORI hanya digunakan hingga tahun 1949.

Selanjutnya, Bank Indonesia memperkenalkan Rupiah sebagai mata uang resmi Indonesia. Rupiah, yang berasal dari kata rupee, yaitu mata uang India sebenarnya sudah ada sejak masa pemerintahan penjajahan Belanda, tetapi kalah pamor dibandingkan mata uang gulden.

Nilai rupiah cenderung stabil selama berpuluh-puluh tahun. Hingga akhirnya krisis moneter yang melanda Asia Tenggara di akhir tahun 1990-an menyebabkan jatuhnya nilai rupiah hingga sebesar 35%. Kejatuhan nilai rupiah dan pemerintahan rezim Soeharto kemudian melandasi munculnya era reformasi, termasuk perbaikan ekonomi dan penstabilan
kembali nilai rupiah.







source : diambil dari beberapa sumber

0 comments:

Post a Comment